TEMPO.CO, Jakarta -Lembaga analis independen, Kata Data mencatat, utang rupiah 10 perusahaan terafiliasi dengan Bakrie Brothers hingga kuartal 1 2012 mencapai Rp 21,4 triliun, dengan utang jatuh tempo pada 2012 sebesar Rp 7,1 triliun. Adapun utang dalam dolar mencapai US$ 5,7 miliar dan jatuh tempo pada 2012 sebesar US$ 275 juta.
Direktur Eksekutif Kata Data, Metta Dharmasaputra mengungkapkan Bakrie berisiko gagal bayar (default) atas utang-utangnya. Hal ini disebabkan penurunan tajam harga batubara dunia. Harga batubara merosot dari kisaran US$ 140 per ton pada awal 2011 menjadi di bawah US$ 90 per ton. "Aset tiga perusahaan Bakrie (pemilik utang terbesar) batubara," ucapnya.
Metta menjelaskan, menurut laporan keuangan kuartal 1 2012, ada tiga perusahaan Bakrie dengan utang terbesar, yakni Bakrie and Brothers, Tbk memiliki total utang Rp 8,6 triliun dengan total jatuh tempo 2012 Rp 2,3 triliun. Bumi Resources Tbk tercatat berhutang US$ 3,69 miliar dengan total jatuh tempo pada 2012 US$ 62 juta. Bumi Resources Mineral, Tbk berhutang US$ 295 miliar dengan total jatuh tempo US$ 12 juta.
Tingginya rasio utang membuat harga saham sejumlah perusahaan Grup Bakrie di Bursa Jakarta dan London terus tertekan sejak awal 2011. Kata Data mencatat PT Bumi Resources, tbk turun sebanyak 77 persen dan PT Bakrie and Brothers turun 29 persen. Sementara itu, harga saham Bumi Plc. di London merosot 74 persen, dan PT Bumi Resources Mineral Tbk sebesar 36 persen.
Menurut Metta, Bakrie telah beberapa kali menghadapi ancaman default. Pada 2011, Bakrie melakukan pembayaran sebagian dari total utang senilai US$ 1,35 miliar. Bakrie menjual separuh kepemilikan Bumi ke Borneo Lumbung Energi dan Metal. Pada 2012, Credit Suisse Group meminta Bakrie Group membayar US$ 100 juta. "Tambahan jaminan (top up), setelah nilai saham Bumi Plc yang dijadikan jaminan untuk pinjaman Bakrie anjlok di bursa London," ucapnya. Total utang ke Credit Suisse yang tersisa sebesar US$ 440 juta.
0 komentar
Posting Komentar